ASAL USUL GUNUNG BUDEK

Posted by Unknown Selasa, 07 Juni 2011 0 komentar

Di desa Boyolangu, kecamatan Boyolangu, kabupaten Tulungagung ada sebuah bukit yang oleh warga di sana disebut sebagai gunung Budheg atau ada sebagian lagi yang menyebut gunung Cikrak. Menurut cerita turun temurun ada satu legenda yang menjadi asal mula adanya gunung itu.
Berdasarkan kisah yang diambil dari babad Kabupaten Tulungagung di Bethak, Bedalem ada satu kadipaten yang memiliki puteri cantik jelita bernama Rara Ringgit. Pada suatu hari Rara Ringgit melarikan diri dari kadipaten karena dikejar-kejar oleh Adipati Kalang, seorang Adipati yang sebenarnya juga tengah bersemunyi di Bethak Bedalem karena kalah perang dengan musuhnya Adipati Katong dari Ponorogo.

Menghindari kejaran Adipati Kalang hingga membuat Rara Ringgit harus pontang panting bersembunyi. Pada suatu hari ia bersembunyi ke rumah seorang Janda untuk meminta perlindungan. Pada waktu itu janda pemilik rumah tak berada di rumah. Yang ada disana hanyalah anak semata wayangnya yang bernama Jaka Bodho. Rupanya paras ayu nan elok Rara Ringgit membuat Jaka Bodho terpesona hingga ia mengutarakan keinginannya untuk menjadikan rara Ringgit istrinya.
Rara Ringgit termasuk sosok yang bijaksana. Meskipun dalam hati menolak namun ia tak ingin menyakiti Jaka Bodho. Maka ia mencari-cari cara terhalus untuk menghindari Jaka Bodho. Rara Ringgit akhirnya memberi persyaratan pada Jaka Bodho bahwa dia bersedia jadi istri dan melayaninya asal Jaka Bodho mampu berpuasa bisu selama 40 hari. Ternyata persayaratan tersebut disetujui oleh Jaka Bodho.
Jaka Bodho akhirnya menjalani lelaku puasa bisu sebagai persyaratan yang diajukan oleh Rara Ringgit. Suatu hari saat sedang menjalani puasa bisu Mbok Randa ibunya kembali. Mbok Randha menyapa anak semata wayangnya dan berkali-kali namun tak sepatah katapun keluar dari mulut Jaka Bodho. Akhirnya Mbok Randha merasa sakit hati dengan tingkah laku anaknya tersebut dan tanpa diduga ia mengeluarkan perkataan ” Anak ditanya orang tua kok bisu, kaya batu saja,” Dari perkataan Mbok Randha itu tiba-tiba Jaka Bodho berubah menjadi batu. Mbok Randha menyesali ucapannya yang ternyata menjadi kenyataan itu namun nasi telah menjadi bubur semuanya tak bisa kembali. Untuk menghilangkan penyelasalannya maka batu itu dipindahkan keatas gunung yang sekarang disebut sebagai gunung budheg (tuli). Dan ada pula yang menyebut gunung cikrak karena bentuk batu tsb menyerupai cikrak (alat untuk membuang sampah).

Baca Selengkapnya ....

babad tulungagung (sejarah kota tulungagung)

Posted by Unknown 0 komentar
Sebagai pembuka yang akan saya kisahkan adalah cerita tentang asal usul kota Tulungagung. Ternyata ada banyak menarik yang layak untuk disimak dan menjadi tambahan pengetahuan baru.
Wilayah Tulungagung ternyata sudah dihuni sejak zaman pra sejarah dulu. Yang dianggap sebagai penghuni awal adalah homo wajakensis. Manusia pra sejarah yang fosilnya ditemukan oleh Eugene Dubois di daerah Tulungagung Selatan. Lokasi penemuannya konon terletak di dusun Nglepung desa Wajak Kecamatan Campurdarat.
Nama Tulungagung sebenarnya berasal dari dua kata 'Toeloeng dan Agoeng. Arti dari dua kata itu Toeloeng berarti mata air dan Agoeng berarti besar. Sebelumnya nama kota ini adalah Kabupaten Ngrawa. Penyebutan kata Ngrawa sendiri konon dari banyaknya daerah berawa yang ada atau dalam bahasa jawanya “Ngrowo”. Tulungagung awalnya hanya merupakan bagian dari distrik dari kabupaten Ngrawa. Waktu itu ibu kotanya masih berada di daerah Kalangbret.

Pegununungan Kapur di Wilayah Tulungagung Selatan
Sejak beberapa tahun lalu ada koreksi mengenai penentuan hari jadi kota Tulungagung. Merunut dari prasasti yang ditemukan di daerah Thani Lawadan yang kini diyakini bernama Wates, Campurdarat uisa kota ini sudah termasuk sangat tua usianya. Dari prasasti Lawadan menunjukkan kota ini berdiri sejak tahun 12 November tahun 1205.
Prasasti yang bertanggal 18 Nopember 1205 -- hari Jumat Pahing- dikeluarkan oleh Prabu Srengga raja terakhir kerajaan Daha. Raja yang terkenal dengan nama Prabu Dandanggendis. Isinya kurang lebih berisi pemberian keringanan pajak dan hak istimewa semacam bumi perdikan atau "sima". Alasannya pemberian ''hadiah'' tersebut adalah karena jasa prajurit Lawadan atas dedikasi dan bantuan mereka kepada kerajaan dalam mengusir musuh dari Timur. Berkat bantuan para prajurit Lawadan sang raja yang tadinya harus meninggalkan kraton dapat kembali berkuasa.
Pada jaman Mataram Islam yaitu jaman Sri Pakubuwono I dan VOC tahun 1709 mengadakan perjanjian nama Kalangbret tetap digunakan sebagai ibukota kabupaten Ngrawa. Begitu juga pada perjanjian Giyanti (1755) nama Kalangbret disebut salah satunya wilayah manca negaranya kerajaan Yogyakarta.
Kalangbret sebagai kadipaten Mancanegara Mataram terbentuk sejak perjanjian Giyanti. Wilayah tersebut selanjutnya dijadikan ibu kota kabupaten Ngrawa tahun 1750-- 1824 Masehi. Yaitu mulai masa Mataram Islam hinnggan jaman colonial. Bupati pertama Kabupaten Ngrawa adalah Kyai Ngabehi Mangundirono.
Nama ''Kalang bret '' telah dikenal sejak tahun 1255 M (prasasti Mula -Malurung) dan disebut ulang dalam Negara Kretagama (1635 M) dengan nama Kalangbret. Atas dasar tersebut legenda yang ada tentang asal Kalabret dari adipati kalang yang tewas dalam kondisi tersembret-sembret oleh pangeran Lembu peteng dimentahkan.
Sebelum bernama kabupaten Ngrawa di wilayah Tulungagung sudah berdiri Katumenggungan Wajak tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Agung. Katumenggungan ini bertahan hingga pembentukan kadipaten Ngrawa dengan pusat pemerintahan di Wajak sejak perjanjian Giyanti. Ini terjadi antara tahun 1615 - 1709 M pada masa Mataram Islam dan masa kolonial.
Saat masih berbentuk Katumenggungan yang menjadi tumenggung adalah Senapati Mataram bernama Surontani. Tokoh yang sangat melegenda tersebut dimakamkan di Desa Wajak Kidul Boyolangu.
Katumenggungan Wajak berakhir dengan berdirinya Kabupaten Ngrawa beribu kota di Kalangbret. Nama "Rawa'' telah dikenal sejak tahun 1194 M (Prasasti Kemulan) dan disebut ulang dalam Negarakertagama (1365 M). Nama ini kemudian berubah menjadi ''Ngrawa''.
Saat tampuk kepemimpinan berada di tangan KRT Pringgodiningrat Bupati Ngrawa ke IV, yang memerintah tahun 1824 --1930, ibu kota kabupaten Ngrawa dipindahkan kesebelah Timur sungai Ngrawa yaitu pada lokasi sekarang ini. Selanjutnya kota baru ini dijadikan pusat pemerintahan atau ibu kota Kabupaten Ngrawa. Terjadi pada masa colonial sampai sekarang .Pada tahun 1800--an sampai 1901 nama ''Toeloeng Agoeng'' dipakai sebagai nama salah satu dist rik dalam wilayah Kabupaten Ngrawa. Nama Kabupaten Ngrawa berubah menjadi Kabupaten Tulungagung pada tanggal : 1 April 1901 yaitu pada masa pemerintahan bupati Ngrawa ke 11: RT Partowijoyo.

Baca Selengkapnya ....
TEMPLATE CREDIT:
Tempat Belajar SEO Gratis Klik Di Sini - Situs Belanja Online Klik Di Sini - Original design by Bamz | Copyright of TULUNGAGUNGAN.